Soal
jumlah uang yang masuk, toko aplikasi App Store milik Apple memang
bukan tandingan kompetitornya dari kubu Android, Google Play. November
lalu, sebuah studi App Annie yang dikutip oleh Wired mengungkapkan bahwa App Store memiliki pendapatan bulanan 300 persen lebih besar dibandingkan dengan Google Play.
Padahal, jumlah pengguna Android sudah jauh melebihi angka pemakai iOS,
dengan penguasaan pasar 75 persen menurut data kuartal ketiga dari IDC.
Akan tetapi, kenapa kesenjangan jumlah pendapatan itu masih belum
berubah?
Jawabannya, menurut para developer aplikasi, tak lain
terletak pada kontrol kualitas super ketat yang diterapkan Apple
terhadap aplikasi-aplikasi yang beredar di App Store. Berkat mekanisme
pengawasan Apple, konsumen bisa mendapatkan aplikasi yang terjaga
kualitasnya dan karena itu dengan senang hati membelanjakan uang.
"App Store memiliki proporsi jumlah aplikasi berkualitas yang lebih tinggi sebagai hasil dari proses approval yang ketat itu," ujar Zak Tanjeloff dari DLP Mobile. "Itu berarti developer bisa meminta bayaran lebih untuk aplikasi mereka."
Tanjeloff yang mengembangkan beberapa macam aplikasi—mulai dari
penerjemah bahasa hingga transportasi publik—mengatakan bahwa aplikasi
buatan dia biasanya lebih banyak terjual di iOS ketimbang Google Play.
"Saya percaya bahwa hal itu disebabkan oleh toko App Store yang aman
dan dipercaya konsumen. Terlebih lagi para pengguna memang sudah
familiar dengan metode pembayaran App Store dari memakai iTunes selama
bertahun-tahun," ujarnya.
Standar kualitas Apple yang tinggi
juga disebut Tanjeloff berhasil meyakinkan konsumen bahwa aplikasi yang
dijual di App Store memang aman dan tidak disusupi program mata-mata
atau malware. "Sebaliknya, di toko aplikasi Android tak ada
jaminan kualitas atau keamanan. Lalu ada banyak penipuan dan
aplikasi-aplikasi yang memang kualitasnya tidak bagus."
Tak cocok untuk semua
Meskipun begitu, para developer berpendapat bahwa mekanisme yang
diterapkan Apple di App Store kurang cocok untuk beberapa jenis
aplikasi, salah satunya freemium yang bisa diperoleh gratis tetapi memiliki konten tambahan berbayar.
Joe Burger adalah pengembang aplikasi manajemen karyawan Labor Sync. Versi trial dari aplikasi freemium ini
bisa dipakai secara gratis, tetapi pengguna harus membayar untuk bisa
menggunakan fungsi penuhnya. Pada Android, hal tersebut sama sekali
bukan masalah, tetapi Apple rupanya keberatan dengan model yang
diterapkan Burger.
"Kami ditolak karena mencantumkan alamat situs web kami di dalam aplikasi, di mana kami menjalankan mode trial gratis
aplikasi itu," ujarnya. "Kami juga ingin membuat mekanisme pembayaran
kami sendiri dengan harga yang dinamis, tetapi Apple rupanya tidak
setuju."
Agar aplikasinya bisa masuk App Store, Burger diharuskan menghapus hal-hal yang berkaitan dengan situs web-nya
dari dalam aplikasi. Dia juga wajib menerapkan metode pembelian konten
dalam Aplikasi dari Apple sehingga terpaksa menambahkan sejumlah kode programming lagi.
"Dengan Android, penjualan kami lebih komplit. Pengguna membeli aplikasi kami, mencoba versi trial, lalu sign-up dan membayar biaya langganan. Itu tak terjadi di App Strore," ujar Burger.
Hal lain yang menjadi momok developer yang menjual aplikasi di App Store adalah prosedur update yang memakan waktu lama. Monica Martino dan Greg Smith dari Privus Mobile mengatakan bahwa menerapkan update untuk aplikasi Android lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan update pada aplikasi iOS.
"Pada iOS, diperlukan waktu tiga bulan untuk mengerjakan update. Kemudian butuh waktu satu bulan lagi agar update tersebut bisa diperiksa oleh Apple, itu pun kalau tidak ditolak kemudian," keluh Martino. "Saat update tersebut akhirnya bisa keluar di App Store, jangka waktu yang sama bisa dipakai untuk meng-update sebuah aplikasi Android sebanyak tiga kali."
Ketatnya kontrol kualitas aplikasi yang diterapkan Apple bisa jadi
mendorong pengembang aplikasi macam Martino dan Smith untuk berpindah ke
Google Play. Bulan Oktober 2012, pendapatan toko aplikasi Android ini
naik 17,9 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara
pendapatan aplikasi iOS turun 0,7 persen dalam kurun waktu yang sama.
Google Play memang masih jauh di belakang App Store soal besarnya
pendapatan yang dihasilkan aplikasi-aplikasi di dalamnya. Namun, apabila
Apple tak melonggarkan kebijakan kontrol kualitas di App Store, bukan
tak mungkin toko aplikasi Android saingannya itu bisa mengejar
ketertinggalan.
Sumber :
Kereen.......
BalasHapusTerimakasih atas infonya gan!
salam blogger
Trims infonya gan!
BalasHapus